Subsidi ongkir minimal belanja 75 Ribu.

Masih Kosong

Pertanggungjawaban Juri Sayembara Solusi Buku 2020

Oleh:         Diposkan: 07 Nov 2020 Dibaca: 4901 kali


PERTANGGUNGJAWABAN JURI SAYEMBARA PUISI SOLUSI BUKU 2020

 

 

Penyelenggaraan Sayembara Puisi Solusi Buku tahun 2020 bertepatan dengan perayaan Hari Literasi Dunia pada 8 September 2020. Tema “damai” yang dipilih oleh panitia bertujuan untuk melihat seperti apa damai dimaknai di era sekarang, terutama ketika dunia sedang dilanda pandemi yang membuat banyak orang mulai memikirkan ulang peran dan eksistensi mereka dalam kehidupan. Ketika sayembara puisi ditutup pada 21 September 2020, panitia telah menghimpun 1.378 puisi. Dari seluruh puisi tersebut, dilakukan tahap penjaringan awal seleksi administrasi dan kecocokan tema hingga berhasil terkumpul 300 puisi.

 

Catatan Penilaian Juri

Naskah-naskah puisi yang dikirimkan pada sayembara tahun ini memuat beberapa catatan dari para juri. Pertama, tema "damai" dalam sayembara ini tidak mampu diekspresikan oleh para penyair peserta lomba dengan ungkapan-ungkapan yang segar. Tidak ada bentuk ucap, juga metafora-metafora baru, yang membuat puisi menjadi unik dan menarik. Ekspresi dan pilihan kata yang digunakan, dalam ketidakmampuan penyair menemukan ungkapan yang tepat, membuat gagasan menjadi lemah dan kadang malah seperti kehilangan arah.

Berhadapan dengan sajak-sajak bertema 'damai' yang telah dikumpulkan panitia, pada pembacaan pertama, juri melihat hadirnya jebakan-jebakan umum yang sulit dihindari: menulis sajak tentang perang, barangkali sebagai lawan dari 'damai'; menghadirkan sajak-sajak tentang ibu; juga banyaknya sajak yang bicara soal keputusasaan melihat kenyataan yang membuat orang-orang lari ke masa lalu dan surga, bahwa kedamaian hanya hadir di langit dan tidak ada damai di masa depan. Terkait hal yang terakhir tersebut, kami membaca banyak sekali sajak yang, mengutip dan mengubah larik sajak Chairil Anwar, berkata, "aku ingin hidup seribu tahun lalu." ‘Aku’ di kutipan sebelum ini juga jadi kecenderungan umum sajak-sajak ini, persoalan ke(tidak)damaian banyak ditekuk jadi persoalan personal belaka; menjadi damai adalah kembali menjadi manusia, tanpa ada kata 'bersama'. Menjadi damai, akhirnya, berarti mengabaikan manusia lain.

Kedua, sebagian besar puisi yang dikirim para peserta adalah jenis puisi naratif. Apakah ini era anti klimaks dari puisi lirik? Tentu tidak ada masalah dengan puisi naratif, sepanjang unsur-unsur pendukungnya tidak membuat si puisi lebih menjelma jadi prosa. Puisi, dalam bentuk apa pun, tetaplah puisi, walau dibungkus dalam berbagai jenis wacana. Sejarah panjang perpuisian juga telah sejak lama memperkenalkan puisi-puisi epik, balada, bahkan juga syair dan gurindam yang memberdayakan bentuk cerita. Namun, semua itu, tidak menjelmakan puisi-puisi lama menjadi prosa.

Persoalan lain yang banyak jadi bahan eksplorasi sajak-sajak (yang umumnya naratif) ini adalah agama. Tetapi, agama yang hadir di sajak-sajak ini adalah pandangan yang hampir seluruhnya teistik. Hampir tidak ada sajak yang menggunakan perspektif animistik. Jebakan-jebakan inilah yang mungkin kemudian membuat minimnya sajak bicara soal isu lingkungan, misalnya. Para juri sepakat memilih sejumlah sajak yang dipandang kuat dan berhasil lepas dari jebakan-jebakan umum di atas.

 

Pemenang Sayembara Puisi Solusi Buku 2020

Pemilihan pemenang Sayembara Puisi Solusi Buku 2020 oleh para juri dilakukan melalui diskusi. Pada tahap awal, seluruh puisi yang telah dikumpulkan panitia diberikan kepada juri dengan menghapus identitas penulis. Selanjutnya, masing-masing juri mengirimkan 5-8 puisi yang dianggap layak untuk didiskusikan dalam memilih 3 pemenang dari 100 puisi terbaik. Diskusi tersebut kemudian mengerucut ke beberapa nama sebagai kandidat kuat, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Diskusi pada akhirnya menghasilkan tiga pemenang utama dan tiga penghargaan khusus (honorable mention).

Pemenang pertama, “Orang-Orang Biasa”, ada dalam daftar finalis ketiga juri, dan karena itu dipilih dengan suara bulat menjadi pemenang pertama karena kedudukannya sebagai puisi naratif yang tidak memberikan kesan didaktis. Seluruh bangunan puisinya dapat dipakai sebagai alegori tentang kedamaian yang datang dari bawah, dari kisah hidup orang-orang kecil. Puisi ini dengan sendirinya terbedakan dari kebanyakan puisi yang dikumpulkan panitia, terutama karena kebanyakan puisi tersebut memiliki perspektif yang seragam, misalnya memandang damai sebagai hanya kebutuhan personal dengan mengabaikan persoalan sosial di sekitarnya; melihat surga dan kematian sebagai jalan pemenuhan damai; bahkan menggunakan diksi yang membuat tema damai dalam puisi-puisi tersebut menjadi banal.

Pemenang kedua, “Yang Kau Pahami Saat Menerbangkan Layang-Layang”, mengangkat tema damai dengan menyodorkan narasi tentang permainan layang-layang, sebuah siasat yang mengingatkan kembali kita pada memori masa kecil, sebuah refleksi tentang ironi kedamaian, yang justru kian jarang ditemukan ketika manusia bertambah dewasa. Harapan sebagai benang di dalam puisi ini, tentu saja, bisa kita lacak penggunaannya hingga ke tradisi sastra Yunani-Romawi.

Pemenang ketiga, Dewandaru, adalah puisi yang efektif. Diksinya padat dan kokoh, dan dari antara kebanyakan puisi yang melihat kedamaian dalam perspektif agama monoteistik, puisi ini menyodorkan sebuah perspektif animistik, agama tradisi yang kian lama kian tersingkir dari rumahnya sendiri.

Juri juga memutuskan memilih tiga puisi dengan penghargaan khusus (honorable mention). “Mari Jua Ale O” dan “Di Timor Barat” adalah puisi yang mempersoalkan damai dari kacamata konflik horisontal yang pernah terjadi di Maluku dan di Timor Timur, dua daerah di kawasan Timur Indonesia. “Sintas,” puisi lain yang didiskusikan secara khusus oleh para juri, adalah puisi yang menjadikan “damai” sebagai metonimia dalam sebuah fragmen tentang seorang gadis kecil dan sepasang penyu.

 

Demikian catatan dan keputusan kami selaku panitia dan Juri Sayembara Puisi Solusi Buku 2020.

7 November 2020,

 

 

Panitia Sayembara Puisi Solusi Buku 2020 dan,

M. Aan Mansyur

Dorothea Rosa Herliany

Mario F. Lawi

 

DAFTAR 100 PUISI TERBAIK SAYEMBARA PUISI SOLUSI BUKU 2020 KLIK LINK DI BAWAH INI!

https://docs.google.com/spreadsheets/d/e/2PACX-1vToqE9a_WAG3tfXh9uS64O1sjmbczDS3bvDvuncB5HPi1Ey6v0eJzTSSZJO2wDKWVRX7hE8Tmc6Jg9a/pubhtml?gid=0&single=true


Tags

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

* Nama
* Email
  Website
* Komentar Note: HTML tidak diterjemahkan!
Masukkan kata ke dalam box:

ARTIKEL TERBARU

MENANTANG DUNIA
MENANTANG DUNIA

Lho, apa-apaan ini kok udah akhir tahun aja? Barangkali Desember adalah bulan yang paling melankolis dibanding bulan-bulan lainnya. Kamu akan menemukan musim hujan sedang pada puncaknya atau jika kamu beruntung tinggal di belahan bumi utara, salju sedang lebat-lebatnya turun, dan kamu bisa bergaya memakai jaket dan sarung tangan tebal sambil menikmati coklat hangat di sebelah perapian. Keduanya, baik turun hujan maupun turun salju pada Desember, biasanya akan menciptakan suasana yang menjebak pikiran kita untuk mengingat-ingat pengalaman yang telah lewat atau juga menerawang jauh ke depan.

Pertanggungjawaban Juri Sayembara Solusi Buku 2020
Pertanggungjawaban Juri Sayembara Solusi Buku 2020

Pertanggungjawaban Juri Sayembara Solusi Buku 2020

Pemetik Bintang: Novel Venerdi Handoyo, tentang Keberanian Bersuara
Pemetik Bintang: Novel Venerdi Handoyo, tentang Keberanian Bersuara

Yap, Venerdi Handoyo juga dikenal dengan nama lain, Ve Handojo. Ve Handojo sendiri dikenal sebagai penulis skenario film dan juga sinetron. Beberapa film yang naskahnya ditulis oleh Venerdi...